About


Ketika ada kasus teror, di belakangnya muncul kalimat bijak, terorisme tidak beragama. Ini kalimat pelipur lara. Tidak sepenuhnya benar. Teroris yang membawa dogma islam, agamanya ya islam. Yang membawa dogma kristen, agamanya ya kristen. Begitu juga dengan agama yang lain. Dogma itu yang dijadikan landasan teror.

Sekilas, masyarakat dunia memang tidak adil dalam menyikapi aksi teror. Islam mendapatkan stigma, caci-maki, kutukan. Tapi muslim juga pada norak. Setiap ada teroris mereka sebut mujahid, pahlawan islam, para pengantin sorga. Mereka berbondong-bondong menyokong, menggalang dukungan. Terorisme islam lahir dari rahim islam. Tumbuh dari sokongan orang-orang bodoh dalam jumlah banyak.

Karena itulah terorisme sulit dimusnahkan. Ia tumbuh-berakar di lahan yang subur. Ayat-ayat untuk masa perang dipelintir. Sudah jelas muslim saja dikafir-kafirkan, apalagi yang non muslim. Ilusi tentang negara islam beserta kejayaannya terus dibangun. Kejahatan kemanusiaan dibenarkan, dibumbui dengan balasan sorga dan 72 bidadari siap pakai. Sampai onta masuk lubang jarum juga, terorisme berkedok islam tak akan hilang.

Orang-orang sudah siap diradikalkan sejak awal. Deradikalisasi sebagai antitesis itu tidak banyak berguna. Manusia abu-abu ini banyak sekali jumlahnya di Indonesia. Baca quran tidak fasih, tapi jenggotnya dijadikan alasan untuk menyesat-nyesatkan ulama tak berjenggot.

Tiga orang terduga teroris kembali diamankan di Bekasi. Banyak juga orang yang malah mencaci Densus 88. Mereka dicap pembasmi mujahidin, para pejuang islam. Konon polisi khusus ini gajinya sama dengan polisi reguler. Tapi risikonya berlipat-lipat. Masih dikutuk dan mau dibubarkan pula oleh kelompok buih di lautan.

Saya tidak menyarankan orang-orang waras untuk mencurigai pribumi yang gemar berjubah, bercelana cingkrang dan berjidat hitam. Atau antipati dengan perempuan bercadar, yang pakaiannya serba hitam seperti film ninja. Tidak. Meskipun banyak teroris sama persis dengan mereka. Kelompok seperti itu biasanya terdoktrin pemurnian agama. Ingin berlaku persis seperti Nabi, yang dicontoh malah kaum Khawarij.

Tapi semestinya masyarakat waspada. Kelompok yang merebut masjid dan majelis warga setempat, yang membuat media sampah penuh ketololan dan hasutan. Jangan mau dibodohi pakai tampang agamis. Akhlak itu tercermin dari interaksi sosial. Bukan karena pakaian dan aksi sok nyunah. Abu Jahal dan Abu Lahab juga berjubah dan berjenggot lebat. Perempuan Yahudi dan Kristen Ortodok juga bercadar dan berpakaian jilbab serba hitam.

Ajaran pokok mereka mungkin banyak yang sama dengan Islam Nusantara, tapi doktrin khusus mereka berbahaya. Apalagi jika sudah ada bendera HTI dan Salafi-Wahabi. Rata-rata menutup diri dari respon dinamis ilmu pengetahuan dan mazhab (organisasi) lain. Mereka tak menghendaki adanya dialektika. Mereka sudah merasa tercerahkan dan paling benar.

Tapi jika nyaman dengan tudingan, islam agama para teroris ya silakan bungkam. Silakan diam-diam memuja para teroris itu sampai nalar jebol. Kalian banyak, tapi kalah dengan segerombol manusia tengik yang intoleran. Ini sungguh-sungguh penistaan.

Para terduga teroris dari Bekasi, salah satunya perempuan. Jika calon korban mati sangit biasanya laki-laki, kali ini ada kesetaraan gender. Membaca surat wasiatnya membuat bulu kuduk berdiri. Jika orang tua (dan masyarakat sekitar) yang seiman saja tak dianggap penting, apalagi nasehat orang lain. Saya tidak tahu bujukan apa yang didoktrinkan kepadanya. Biasanya laki-laki akan ditipu dengan 72 bidadari. Ada yang nyeletuk, mungkin ada iming-iming bebas belanja tanpa batas di sorga.

Tentunya itu lelucon. Lho, teror kok dianggap lelucon? Karena hanya humor yang mampu mengimbangi kedunguan orang-orang fanatik ekstrem itu. Tertawa, tapi ya getir. Mengingat begitu banyak korban, begitu banyak ancaman, begitu banyak duka-cita. Sementara itu banyak dari kita hanya bisa diam melihat calon pelaku berkeliaran dan menyusun kekuatan, biar dikata toleran secara kaffah. Mbahmu!

@Kajitow Elkayeni

0 Response to "AGAMA PARA T.E.R.O.R.I.S"

Posting Komentar