About

TRAGEDI PRABOWO, SIAPA MAU ULANGI?




"Ayah saya beragama Islam. ibu saya beragama Kristen. Saat Natal tiba, di rumah keluarga saya selalu terpajang pohon natal. Sementara pada saat bulan Ramadhan, ibu saya ikut bangun tengah malam untuk bersahur bersama ayah saya. Prinsip saling menghargai antara agama, ras dan suku yang saya pelajari dari ayah dan ibu saya, akan terus melekat di diri saya. Saya, Prabowo Subianto, bersama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengucapkan Selamat Hari Natal."


Ini pernyataan seorang Prabowo sendiri, yang diunggah di laman facebook Gerindra dahulu kala. Dahulu sekali, ketika Jokowi masih walikota Solo dan Ahok masih bergulat di DPR. 

Prabowo seorang pluralis, itu tidak diragukan lagi. Setidaknya waktu itu. Di luar dari sejarah gelapnya di masa lalu, Prabowo pasca reformasi adalah sosok yang mau memeluk demokrasi dan kebhinnekaan. Jangankan fanatik beragama, dia bahkan tidak religius. Dalam sejumlah kesempatan, seperti wawancaranya dengan Tempo pada Oktober 2013, Prabowo mengaku "bukan orang yang terlalu taat menjalankan ritual". 

Ketika dia memasang badan mendukung pasangan Jokowi - Ahok di Pilkada DKI 2012, Prabowo betul-betul ingin menegaskan di spektrum mana dia berdiri.

Tapi segalanya berubah ketika Jokowi 'menikungnya' di Pilpres 2014. Ketika nyaris semua kubu pro-demokrasi dan kebhinnekaan mengarah ke kutub Jokowi, yang tersisa bagi Prabowo tinggal lah suara-suara kegelapan dan fundamentalis yang belum punya jagoan. Setengah hati, Prabowo yang kikuk mendapati dirinya tiba-tiba didapuk menjadi Pahlawan Islam untuk melawan si setan Jokowi. 

Prabowo yang tidak terlalu taat ritual itu pun tiba-tiba menjadi sering terlihat solat bersama kelompok garis keras, diarak dari satu pengajian ke pengajian mereka yang lainnya. Entah apa yang dirasakan Prabowo ketika isu ibu Jokowi beragama Kristen sempat santer beredar sebagai black campaign, sementara justru ibu dan adiknya sendiri yang faktanya beragama Kristen. Perasaan seorang yang menjual idealismenya sendiri demi sepotong pertaruhan politik, yang akhirnya pun kalah,

2016.
Ada rupanya yang tidak mengambil pelajaran dari tragedi Prabowo. Ada. Yang menggadaikan reputasinya kepada kelompok-kelompok kegelapan yang tidak punya jagoan.
Bagi mereka, mungkin ini hanya taruhan politik biasa. Memasang kartu di tempat--tempat berisiko dengan harapan siapa tahu menang. Tapi sayangnya, mereka tidak hanya mempertaruhkan diri sendiri. Negara ini yang dipertaruhkan.

Jangan lupa, negara-negara gagal seperti Pakistan juga berawal dari permainan semacam ini. Memelihara kelompok-kelompok fundamentalis, dari kecil sampai akhirnya menjadi terlalu besar, lepas kendali dan segalanya sudah terlambat untuk diobati.

Jika seorang politisi Indonesia tahun ini didemo karena isu penistaan agama, maka politisi Pakistan sudah dibunuh karena isu yang sama. Pembunuhnya, Mumtaz Qadri, yang dihukum gantung oleh pemerintah Pakistan, diarak dalam prosesi pemakaman yang diikuti puluhan ribu pendukung garis kerasnya. Disorak-sorai sepanjang jalan sebagai syahid pembela agama.

oleh: Mita Handayani

0 Response to "TRAGEDI PRABOWO, SIAPA MAU ULANGI?"

Posting Komentar