About

Keluar dari TNI, Agus Yudhoyono adalah Perwira yang Tak Punya Jiwa Korsa




Tidak semua orang bisa masuk Akademi Militer dan lulus sebagai prajurit TNI. Sebab para calon siswa Akademi Militer harus punya kemampuan fisik dan intelektual diatas rata-rata. Mengapa demikian? Sebab Akademi Militer berfungsi untuk mencetak prajurit-prajurit yang punya jiwa korsa yang tangguh dan akan bertugas untuk menjaga kedaulatan wilayah negara dari serangan musuh.

Sebagai lulusan Akmil tahun 2000, apalagi lulusan terbaik, Agus Hari Murti Yudhoyono, tentu layak menjadi anak kebanggaan orang tua dan keluarganya. Untuk bisa lulus dari AkMil, Agus telah melalui berbagai macam latihan untuk digembleng secara fisik dan mental, sehingga menjadi seorang prajurit tangguh dan tak pernah punya rasa takut sedikitpun untuk berperang melawan musuh yang ingin mengganggu kedaulatan NKRI. Setelah lulus AkMil, Agus juga sempat menjadi komandan Tim Khusus menangani konfilik di Aceh, kemudian bergabung dengan kontingan Garuda yang ikut serta menjaga perdamaian di Libanon. pada tahun 2006.

Dengan berbagai pengalaman terjun di medan pertempuran, Agus sebagai Perwira Menengah yang telah berpangkat Kapten seharusnya telah memiliki Jiwa Korsa yang sangat kuat. Jiwa Korsa adalah semangat kebersamaan militer yang dimiliki oleh setiap prajurit TNI. Jiwa Korsa adalah simbol persatuan dan kekeluargaan antar Prajurit TNI.

Dalam medan pertempuran, seorang prajurit yang memiliki Jiwa Korsa, tidak akan pernah meninggalkan prajurit lainnya dalam Pleton yang sama. Meskipun ada yang dalam keadaan sakit, mereka akan tetap bergerak bersama, maju bersama, dan mereka sudah berjanji akan saling melindungi dan siap mati bersama dalam pertempuran.

Prajurit TNI yang gugur di tengah pertempuran melawan musuh negara adalah sebuah kebanggaan, sebab mereka akan dikenang sebagai pahlawan bangsa. Oleh sebab itu, Prajurit TNI tak punya sedikitpun rasa takut untuk berperang melawan musuh.

Jiwa Korsa yang telah tertanam di dalam diri Prajurit TNI tak bisa ditawar-tawar apalagi dibeli. Jiwa Korsa telah melekat dan mendarah daging di dalam tubuh mereka. Jiwa Korsa seharusnya membuat suatu ikatan batin yang sangat kuat diantara para prajurit TNI dan membuat mereka tak akan pernah terpisahkan.

Namun apa yang terjadi kemudian sangatlah mengejutkan ketika tersiar adanya berita tentang Mayor TNI Agus Yudhoyono, putera mantan Presiden yang juga seorang Purnawirawan Jenderal TNI, harus mengundurkan diri dari TNI, karena ikut mendaftar sebagai Calon Gubernur pada Pilkada DKI 2017.

Hal ini sungguh mengejutkan publik sebab selain sebagai lulusan terbaik Akmil, Agus juga sarat akan prestasi lainnya di dunia Militer. Agus dikenal sebagai perwira menengah TNI yang gagah dan cerdas sehingga masa depan karirnya diprediksi akan semakin mapan.

Namun demikian yang perlu dipertanyakan adalah kemana hilangnya Jiwa Korsa yang ada pada diri seorang Prajurit TNI berpangkat Mayor itu? Bukankah Jiwa Korsa yang ada pada prajurit TNI akan dibawa sampai mati. Bukankah Jiwa Korsa adalah sebagai nyawa dari seorang Prajurit?

Mengapa Agus begitu mudahnya mundur dari TNI hanya untuk menjadi Calon Gubernur yang belum jelas kepastiannya akan menang pada Pilkada DKI? Mengapa Jiwa Korsa bisa ditukar dengan jabatan lainnya? Mengapa Jiwa Korsa bisa tergadaikan begitu saja?

Apakah Agus dengan sengaja meninggalkan kesatuannya yang mana sekaligus meninggalkan anak-anak buahnya yang selama ini dengan setia selalu bersama dalam menjalankan tugas sebagai Prajurit TNI?

Dengan adanya keputusan yang kontroversial tersebut, maka kualitas Jiwa Korsa yang dimiliki Agus tentu akan dipertanyakan. Agus sepertinya tak punya kualitas Jiwa Korsa yang sesugguhnya, kalau tak boleh di sebut bahwa dia telah mengkhianati ikrar dan janjinya sebagai TNI untuk tetap berjuang bersama, selalu saling melindungi dan membela sesama Prajurit TNI sampai titik darah penghabisan.

Tak ada satupun prajurit TNI yang boleh pergi meninggalkan kesatuannya, kecuali dia tak memiliki Jiwa Korsa.

Disisi lain, tersiar kabar bahwa Agus telah menderita cedera pada saraf punggung sehingga membuat karirnya dianggap tak bisa diharapkan lagi. Apakah ini bisa dijadikan alasan untuk mundur dari TNI? Sesederhana itukah dalam menilai sebuah pengabdian kepada negara? Begitukah caranya berbhakti kepada nusa dan bangsa.

Jadi, kalau badan lagi sehat jadi Prajurit, lalu kalau lagi sakit mundur sebab tak ada gunanya lagi karena tak bisa mengejar karir? Begitukah caranya menghargai sebuah perjuangan yang pernah dilakukan?

Jangankan cedera syaraf punggung, sepanjang masih bisa bernafas, pantang bagi Prajurit untuk mundur dari TNI bila tak ingin dibilang punya mental pengecut.

Apa yang dilakukan oleh Agus Yudhoyono keluar dari TNI adalah suatu perbuatan yang sungguh memalukan dan merendahkan martabatnya sendiri, bapaknya, keluarganya dan tentu saja institusi TNI sendiri.

Institusi TNI juga tentu merasa sangat malu. Bagaimana bisa seorang Perwira Menengah TNI yang sudah berpangkat Mayor tiba-tiba mengundurkan diri, hanya karena adanya tawaran sebagai Calon Gubernur? Bukankah seorang Prajurit TNI yang punya Jiwa Korsa seharusnya pantang mundur dari TNI dengan alasan apapun dan sampai kapanpun juga. Bukankah prajurit TNI seharusnya telah berjanji menyerahkan jiwa dan raganya kepada ibu pertiwi?

Apa sebenarnya yang terjadi denganmu, Gus? Kemana perginya Jiwa Korsa yang dulu pernah ada pada dirimu? Kalau kau memang tak punya Jiwa Korsa, bagaimana bisa pangkat itu berada dipundakmu?

Dengan mundur dari TNI, apakah kau tak merasa malu dengan anak-anak buahmu. Jadi komandan kok punya mental tempe.. !

Cobalah berkaca di depan cermin, dan tanyakan pada dirimu sendiri ,”Aku ini manusia macam apa?”.. (*)

.oOo.

Penulis : Doni Bastian


0 Response to "Keluar dari TNI, Agus Yudhoyono adalah Perwira yang Tak Punya Jiwa Korsa"

Posting Komentar