About

ANALISIS PERNYATAAN JONRU DALAM PERCAKAPAN VIA TELEPON DENGAN NI LUH DJELANTIK





LATAR BELAKANG

Percakapan antara Ni Luh Djelantik dan Jonru Ginting ini dimulai karena sebuah postingan status dari Ni Luh Djelantik

(https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1015552436860301&substory_index=0&id+132338668011). 

Ni Luh Djelantik mempertanyakan bagaimana pergerakan dari yayasan pengumpulan dana masyarakat yang dijalankan oleh Jonru, yang telah mencapai jumlah sebesar Rp. 1.469.578.894.- (Satu Milyar Empat Ratus Enam Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Tujuh Puluh Delapan Ribu Delapan Ratus Sembilan Puluh Empat Rupiah). 

Apakah ada audit laporan keuangan oleh lembaga keuangan terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan? Dan apakah ada laporan publik pendapatan dan pengeluaran, sebagaimana yang dilakukan oleh, katakan saja DOMPET DHUAFA yang menerbitkan laporan keuangannya secara publik melalui Koran Republika, dan juga bisa diakses secara online?

Ditambah pula, pernyataan dari Jonru sendiri, pada 12 Oktober 2016 ia menulis, “Kita bukan lembaga sedekah. Gajinya tentu dari penyisihan fee dari total sedekah. Dalam Islam ini tentu diperbolehkan. Bukan kah dalam zakat pun amil berhak mendapat 1/8 persen (12,5%)?” Namun kemudian, yang bersangkutan malah menempatkan dirinya sebagai korban pergunjingan. “Udah biasa. Mereka selama ini menuduh saya nilep berkedok fee. Gak ngerti aturan agama tapi sok tahu. Justru, tanpa adanya fee seperti ini, keberlangsungan yayasan justru terancam, karena semuanya bekerja sukarela tanpa ada bayaran. Emang ada yang mau? Sementara mereka juga punya keluarga yang butuh makan, dst. Itulah indah dan adilnya Islam. Ajaran Islam itu asyik dan tidak menzalimi.”

ANALISIS
Dalam pernyataan Ni Luh Djelantik dalam statusnya memuat sebuah kekhawatiran bahwa ketika dana masyarakat dikumpulkan tanpa pelaporan, sementara pengumpul dana tersebut malah seperti tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, dan juga tidak jarang melakukan tuturan-tuturan yang memuat fitnah dan berita hoax. Kekhawatiran tersebut dianggap beralasan, karena atas tindakan penyebaran fitnah dan hoax, yang bersangkutan juga bisa saja melakukan tindakan penyelewengan dana, BILA TIDAK ADA AUDIT DAN LAPORAN KEUANGAN SECARA PUBLIK.

Dalam percakapan antara Ni Luh Djelantik dan Jonru melalui telepon, saya memberikan kode dengan angka 1-43, yang menandai alih tutur antara penutur 1 dan penutur 2. Saya juga memberikan cetak tebal untuk tuturan yang akan saya teliti. Berikut adalah analisis percakapan per kode nomor percakapan.

5. Jonru: …..Mbak Ni luh ikut nyumbang ga? Kalo ikut nyumbang, kita telpon ke mbak. Ikut nyumbang ga? Gak kan? Lah ngapain [tidak terdengar]gitu lho.

Pada tuturan ini, penutur, yaitu Jonru, berusaha memberikan penjelasan bahwa hanya penyumbang atau donatur lah yang berhak mendapatkan pelaporan keuangan dari yayasannya. Terdapat nuansa “kekesalan” dari penutur, bahwa mitra tuturnya “berani-berani” mempertanyakan laporan keuangan, padahal tidak ikut menyumbang.

6.Ni Luh: Mas, kalau sudah yayasan itu, dia laporan keuangannya untuk publik, Mas. Okey, untuk publik

Pada tuturan ini, penutur, yaitu Ni Luh Djelantik, menjelaskan sebagai sanggahan dari tuturan Jonru sebelumnya. Bahwa, SEHARUSNYA, sebuah yayasan memberikan laporan keuangannya secara publik, bukan hanya kepada donatur-donaturnya saja, apalagi yang meminta.

Perlu diketahui, bahwa kecenderungan umat Islam saat memberikan sedekah adalah bersifat “lillahi ta’ala” atau bersedekah hanya untuk diketahui dan diberi ganjaran oleh Allah SWT. Mereka cenderung tidak mempermasalahkan pelaporan keuangan, rincian pemberian dana dan pertanggungjawaban. Sehingga, kegiatan pengumpulan uang akan cenderung disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus orang-orang berkedok pemuka agama Islam.

9.Jonru: Tapi kan laporannya bukan seperti yang diposting di fanpage kan?Itu kan ada laporan keuangannya,saya tu orang akuntansi yang ngerti mbak, sori itu ga usah diajari. …
Dalam tuturan ini, penutur, mencoba menyanggah penjelasan dari mitra tuturnya, dengan menunjukkan kapabilitasnya sebagai seorang sarjana Akuntansi. Ia menunjukkan bahwa ia tidak tidak perlu diajari mengenai hal-hal yang disebutkan oleh mitra tuturnya. Alih-alih menjelaskan pertanyaan tentang pelaporan yang disampaikan oleh mitra tuturnya, penutur malah menjelaskan bentuk dari institusi dan badan hukum pengelola keuangannya.

Di sini, penutur mulai mengalami disorientasi percakapan. Tidak menjawab pertanyaan, namun malah menjelaskan sesuatu yang tidak ditanyakan. Penjelasan tersebut seolah-olah diperuntukkan bagi pertanyaan dan kecurigaan mengenai alur keluar masuk uang, dengan menekankan bahwa institusinya adalah institusi legal. Namun, legalitas sebuah institusi yang mengelola dana masyarakat bukan hanya pada keberadaan akta pendirian, atau badan hukum yang dimilikinya, namun juga harus menjalani audit keuangan secara publik untuk menghindari penyelewengan dana umat.

11.Jonru: ….. Justru mbak Ni Luh harus bangga karena Mbak, Mbak, Mbak Ni Luh saya hubungi,ha ha gitu lho.
Ini adalah sebuah bentuk narsisme penutur, sekaligus arogansi terhadap mitra tuturnya. Siapa yang tidak mengenal Ni Luh Djelantik, desainer sepatu yang terkenal hingga ke 20 negara asing, booming sejak tahun 2003 hingga sekarang. Desainer dengan profesionalitas tinggi, dan tentunya tak cepat gulung tikar karena administrasi dan pemasarannya yang tertata dengan baik. 

Sementara, seorang Jonru adalah sosok yang baru “ngetop” pada 2014 dengan rentetan komplain dan protes tak berujung pada pemerintah, hingga sekarang. Tidak lupa, pemberitaan hoax yang tak pernah mendapatkan permohonan maaf ketika diklarifikasi. Lantas apa yang membuatnya merasa superior, dan menyatakan harusnya Ni Luh Djelantik harusnya bangga dihubungi olehnya? Itu hanya wujud inferioritas murni berbalut kata-kata megah. Kalimat yang keluar dari seorang yang tidak percaya diri yang melebih-lebihkan kapasitasnya agar menutupi kekurangannya.

21.Jonru: Nyambungnya di mana?
Pada tuturan ini, yang berkenaan dengan pernyataan kode 20, penutur menunjukkan sifat tidak sabar, yang sepertinya sejak awal pembicaraan senantiasa mempertahankan kecepatan berbicaranya. Hal ini bahkan sangat menyulitkan transcriber untuk dapat mentranskripsi tuturan si penutur secara tepat. Belum lagi, banyak tuturan yang berupa gumaman tidak jelas, dan disertai dengan penggunaan dan pemborosan kata “gitu lho” yang alih-alih memiliki makna, malah menjadi penanda bahwa penutur latah dalam menggunakan kata dan kalimat. Tuturan-tuturan berikutnya juga akan menunjukkan kecenderungan ini.

Asumsi atas munculnya kalimat pada pertanyaan kode 21 ini adalah bahwa penutur, yang merupakan penelepon dan mengeluarkan biaya untuk menelepon mitra tuturnya, merasa diburu-buru waktu karena kekhawatiran akan kehabisan pulsa, atau merasa rugi untuk mendengarkan penjelasan mitra tuturnya yang dianggapnya terlalu panjang. Sementara, penjelasan atas pernyataan mitra tutur pada kode 20 ternyata memang bersambung pada pernyataan kode 22 dan kode 24.

Ni Luh Djelantik menjelaskan bahwa sebagai warga yang baik, ia mendukung penuh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. Yang ia pertanyakan atas sikap Jonru adalah, bahwa bagaimana seorang yang terus menerus melakukan hal negatif pada pemerintahan dengan menggunakan akun media sosial akan dapat dipercaya untuk mengelola keuangan umat tanpa pelaporan yang sah. Setidaknya, dengan melakukan aktivitas pelaporan tersebut maka itu adalah itikad baik atas kegiatan mulia dari seseorang yang sudah disangka negatif selama ini.

25.Jonru: ….Cuman, ada satu hal, Mbak, {tidak terdengar] kalau menurut Mbak Luh sendiri, saya bandingkan dengan Mbak Ni luh ya, kalau ada yang menuduh Mbak Ni Luh itu menipu, misalnya, tapi Mbak Ni Luh sendiri bukan penipu, jujur orangnya …

Pada tuturan ini, penutur ingin menggiring sebuah pengandaian, bilamana tuduhan yang dilontarkan mitra tutur kepadanya melalui akun Facebook, disarangkan pada mitra tutur tersebut. 

Terlihat bahwa, terdapat ketidakmampuan penutur untuk dapat memahami prasangka orang lain kepadanya, sehingga ia menjadi emosional, atau lebih dikenal dalam bahasa gaulsebagai “baper”. 

Oleh karena ia tidak terima disangka atau dituduh, maka ia meminta mitra tutur untuk mendalami peran sebagai dirinya. Sayangnya, mitra tutur yang memang selama ini bertindak sebagai pengusaha profesional, menempatkan profesionalisme dalam jawaban atas pertanyaan tersebut (kode 26 dan kode 28). Ia akan menyediakan bukti-bukti yang mementahkan segala tuduhan penipu pada dirinya. Di dalam istilah hukum, hal ini disebut sebagai pembuktian terbalik.

Ternyata, si penutur memang tidak mampu mengelola sebuah informasi dengan baik. Alih-alih memahami bahwa yang harus dilakukannya saat menghadapi tuduhan adalah dengan pembuktian terbalik, ia malah mewajibkan bahwa setiap tuduhan harus disertai oleh bukti-bukti (31 dan 33). 

Bukti-bukti bahwa penutur telah melakukan pengumpulan dana tanpa pelaporan telah ditampilkan sendiri oleh penutur di dalam laporan pendanaannya yang tidak komprehensif. Begitu pula dengan pernyataan-pernyataan sumir mengenai bagian 1/8 dari keseluruhan penerimaan yang berjumlah Rp. 1.469.578.894.- (Satu Milyar Empat Ratus Enam Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Tujuh Puluh Delapan Ribu Delapan Ratus Sembilan Puluh Empat Rupiah atau Rp. 183.697.361,75,- (Seratus delapan puluh tiga juta enam ratus sembilan puluh tujuh ribu tiga ratus enam puluh satu koma tujuh puluh lima rupiah). 

Ini adalah bukti-bukti yang disampaikan oleh mitra tutur Jonru, yaitu Ni Luh Djelantik, dalam mempertanyakan bagaimana profesionalitas pengelolaan dana yang dilakukan oleh Jonru, di dalam status Facebook Ni Luh Djelantik.

35.Jonru: Gak,gak,gak, Mbak, jawaban Mbak Niluh ini nguawwur ini..

Pernyataan ini semakin menunjukkan absurditas pola pikir penutur yang sepertinya berusaha berkelit dari sanggahan bukti-bukti yang dimintanya pada mitra tutur pada percakapan kode 31 dan kode 33. Mitra tutur kembali menjelaskan kecurigaannya pada penjelasan kode 36 dan kode 38.

Dan untuk menutup analisis ini secara epic! Saya mengetengahkan transkrip kode 41.

41.Jonru: gini,gini,gini, saya potong dulu ya, coba sekarang, saya maunya kita ngomongnya fokus dulu, jangan [tidak terdengar]. Sekarang saya tanya ke yang tadi, misalnya Mbak Ni Luh itu dituduh penipu, ya, yang pertanyaan saya adalah, tolong dijawab dengan jelas, jangan muter-muter jawabannya.
Mohon dicermati kalimat bercetak tebal yang bergaris bawah. Pertanyaannya mana?

Kalau yang ditanyakan oleh penutur adalah bilamana mitra tutur mengalami nasib dituduh sebagai penipu, maka bagaimana? Dan itu sudah dijawab dengan cerdas oleh mitra tutur pada tuturan kode 26 dan kode 28. Pembuktian terbalik dengan memberikan pelaporan yang rinci kepada publik akan membantah semua tuduhan terkait dengan penyelewengan dana. Apalagi bila dana tersebut adalah milik umat dan telah mencapai jumlah yang sedemikian besar.

Perlu diingat dan dicatat dengan tinta merah, tebal dan bergaris bawah, bahwa yayasan Sedekah Sahabat yang didirikan dan dikelola oleh Jonru, berdasarkan pada pernyataan via telepon dengan Niluh Djelantik (kode 25), TERNYATA belum memiliki pembukuan yang teratur dan mumpuni selama kurun waktu 1 tahun didirikannya. Bagaimana umat dapat memastikan bahwa dana-dana yang disumbangkan telah didonasikan kepada sasaran-sasaran yang tepat tanpa catatan pembukuan dana keluar dan masuk yang jelas?

Tanyalah pada bulan yang termenung di balik awan.

LAMPIRAN DATA


1.Jonru:…jadi menurut saya mendingan ga usah dibahas. Kalau soal pertanggungjawaban, kita ada, gitu lho.Tapi kan ga mungkin dong [tidak terdengar]hanya donatur yang meminta [tidak terdengar]kita kasih. Gitu lho masalahnya. Kalo misalnya [tidak terdengar]yang menipu,ya mbak ya,[tidak terdengar] pasti kan pebisnis ya [tidak terdengar]pebisnis sepatu ya..

2.Ni Luh: iya

3.Jonru: Coba mbak Niluh bayangin, misalnya, maaf ini hanya misalnya , misalnya mbak ni luh menipu, itu ketahuan [tidak terdengar]atau gak ketauan, pasti cepet ketauan, bener?

4.Ni Luh:Tergantung cara kita menjalankan usahanya mas. kalau kita dari awal menjalankan usahanya sudah dengan jelas dan dengan terbuka, untuk apa kita takut terbuka atau tidaknya? karena tidak ada yang kita sembunyikan kan Mas?

5.Jonru: Enggak, saya tu ga sembunyikan, gitu lho. Sekarang gini lho, ini kan namanya laporan [tidak terdengar]laporan itu kan kita berikan pada yang nyumbang. Kalo gak nyumbang,ngapain, gitu lho. Mbak Ni luh ikut nyumbang ga? Kalo ikut nyumbang, kita telpon ke mbak. Ikut nyumbang ga? Gak kan? Lah ngapain [tidak terdengar]gitu lho. [tidak terdengar]

6.Ni Luh: Mas, kalau sudah yayasan itu, dia laporan keuangannya untuk publik, Mas. Okey, untuk publik


7.Jonru: Iya, laporan publik,betul

8.Ni Luh: Iya, untuk publik

9.Jonru: Tapi kan laporannya bukan seperti yang diposting di fanpage kan?Itu kan ada laporan keuangannya,saya tu orang akuntansi yang ngerti mbak, sori itu ga usah diajari. Saya tu dulu [tidak terdengar], saya tu dulu lulusan, masuk tahun 91 keluar tahun 98 dulu saya, akuntansi saya. Saya sarjana Ekonomi lulusan Akuntansi, ngerti [tidak terdengar]. Gitu loh. Gitu. Dan kita ini ada yayasannya, dan ada badan hukumnya, jelas.

10.Ni Luh: Kalau kan …

11.Jonru: Gini loh, gini loh Mbak, yang memposting [tidak terdengar]itu kan banyak ya, cuman kenapa Mbak Ni Luh yang saya hubungi? karena saya lihat dari semua orang yang mensharing, Mbak Ni Luh adalah satu-satunya account yang jelas, gitu lho. Dan jelas punya toko online pula [tidak terdengar]. Gitu lho. Justru mbak Niluh harus bangga karena Mbak, Mbak, Mbak Ni Luh saya hubungi,ha ha gitu lho.

12.Ni Luh: *tertawa kecil*Aku gini aja, Mas Jonru,

13.Jonru: Ya

14.NiLuh: Saya kasih satu masukan, Mas Jonru

15.Jonru: Ya

16.Ni Luh: Kita kan, ibaratnya kita berdiri di dua sisi ya mas ya, aku memang, apa namanya, aku memang, apa namanya, memang sangat-sangat mendukung pemerintahan Pak Jokowi, sangat-sangat mendukung pemerintahan pak Basuki. Karena saya sebagai apa namanya,ya warga negara Indonesia, kita juga punya tempat usaha di Jakarta, saya juga, apa namanya, penduduk Jakarta juga, ngg apa namanya, jadi apapun hasil kerja kerja-nya mereka itu ya memang akan saya suarakan

17.Jonru: Iyyaa, maaf Mbak

18.Niluh: Nah. Mas! Saya belum selesai bicara,

19.Jonru: Silahkan.. Gak gini lho…

20.Ni Luh: Gini aja, gini aja, karena ini nanti nyambung.

21.Jonru: Nyambungnya di mana?

22.Ni Luh:Tolong denger suara saya dulu. Tolong denger saya.Nah, sekarang gini, saran saya gini aja. Jadi mas bilang itu sudah clear, trus yayasannya itu sudah jelas, trus laporan keuangannya sama si penyumbang juga sudah jelas, ya kan? Nah kalau yang saya tahu yayasan itu biasanya laporan keuangan mereka terbuka. Terbukanya bukan hanya untuk si penyumbang. Terbukanya adalah juga untuk umum. Jadi, keliatan! Ga harus jelas misalnya nyumbang ke si Iwan atau ke si Wawan, itu misalnya diterima berapa, diterima berapa, Gak, itu biasanya total.

23. Jonru: Iyaa

24.Ni Luh: Ada laporan bulanan, untuk operasionalnya berapa, kan seperti itu mas. Gitu lho, Mas. Jadi, untuk menghindari pandangan-pandangan orang yang sudah terlanjur negatif yang mas dari tahun 2014 itu memang Mas sangat-sangat frontal, sangat-sangat apa namanya, sangat-sangat keras dalam memberikan ini mas, apa namanya, dalam memberikan komplain mas, protes mas sama pemerintah. Nah ini di satu sisi, sisi apa namanya, sisi mulianya Mas, jangan dinodai.

25.Jonru: Sekarang, gini gini, Mbak, gini-gini. [tidak terdengar]kalau masalah Jokowi- Ahok saya ga mau bahas, percuma, tidak ada gunanya. Nah sekarang, gini, gini yaa, saya jelaskan, kita ini, memang saya akui, kita ini, yayasan kita baru setahun, masalah keuangan kita memang pembenahan-pembenahan. Cuman, yang harus saya jelaskan adalah, karena kita ini masih pembenahan, itu akhirnya kita, kalau ada yang mau nanya, silahkan.

Kalau mau minta laporan keuangan, silahkan. Cuman, ada satu hal, Mbak, [tidak terdengar] kalau menurut Mbak Luh sendiri, saya bandingkan dengan Mbak Ni luh ya, kalau ada yang menuduh Mbak Ni Luh itu menipu, misalnya, tapi Mbak Ni Luh sendiri bukan penipu, jujur orangnya.

26.Ni Luh: Ya kasih bukti dong, Mas.

27.Jonru:Kenapa?

28.Ni Luh: Kasih bukti

29.Jonru: Apa? Kan harus ada bukti kan?

30.Ni Luh: Iya dong.

31.Jonru: Nah sekarang, balik ke saya, tuduhan-tuduhan itu ada buktinya gak? [tidak terdengar]
32.Ni Luh: Nah sekarang kan Mas kasih bukti bahwa Mas tidak seperti apa yang disampaikan oleh orang-orang.

33.Jonru: Gak, gak, ga begitu [tidak terdengar]Gini lho Mbak, balik lagi ya, kalau ada yang menuduh, dia harus menunjukkan bukti penipuannya [tidak terdengar] orang yang menuduh kan? betul? [Tidak terdengar]

34.Ni Luh: Ya tidak dong Mas, karena kan, apa yang mas tulis itu, kan mas sudah jelas menulis..

35.Jonru: Gak,gak,gak, Mbak, jawaban Mbak Niluh ini nguawwur ini,


36.Ni Luh: Eh, ngawur gimana sih, Mas? Mas Jonru, Mas Jonru, dengar saya, Mas Jonru yang menulis sendiri di postingan Mas, bahwa wajar kalau apa namanya, kalau yang penerima sedekah, apa namanya, pengelola sedekah itu, wajar kalau ia menerima seperdelapannya.

Kan gitu kan ya mas ya?

37.Jonru: Iya..

38.Ni Luh: Itu kan Mas sudah tulis dengan jelas. Tapi di postingan berikutnya, Mas memposisikan seolah-olah Mas tu korban. Seolah-olah bener-bener sangat tidak benar. Ini…

39.Jonru: Kenapa saya sebut korban..

40.Niluh: Kenapa mas tidak mengakui dengan jan…

41.Jonru: gini,gini,gini, saya potong dulu ya, coba sekarang, saya maunya kita ngomongnya fokus dulu, jangan [tidak terdengar]. Sekarang saya tanya ke yang tadi, misalnya Mbak Ni Luh itu dituduh penipu, ya, yang pertanyaan saya adalah, tolong dijawab dengan jelas, jangan muter-muter jawabannya.

42.NiLuh: Yang muter-muter itu siapa? sampeyan yang muter-muter, Mas, Mas.

43.Jonru: Saya nanya kayak gitu, mbak jawabnya kemana-mana.

(transcriber cape).

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=HR8tzdsbDPk

seword

0 Response to "ANALISIS PERNYATAAN JONRU DALAM PERCAKAPAN VIA TELEPON DENGAN NI LUH DJELANTIK"

Posting Komentar