About

Mengapa Tidak Kita Bunuh Saja Ahok?

Sudah adilkah kita sejak dalam pikiran?

via: roml.co

Beberapa bulan terakhir ini, sejumlah masjid di Jakarta seolah sudah tidak punya topik khutbah Jum’at lain selain soal pemimpin ibukota, yang katanya harus seiman. Mari kita berprasangka baik saja, mungkin persoalan umat yang lain seperti kepedulian sosial, keharmonisan keluarga, penyelamatan lingkungan, integritas di tempat kerja, pendidikan generasi muda, semua sudah selesai sehingga tidak penting dibahas lagi. Satu-satunya agenda maha penting yang harus disukseskan hari-hari ini adalah melengserkan pemimpin kafir laknatulloh itu dari balaikota.

Mari kita pikirkan ini baik-baik. Jika kita begitu yakin bahwa Al-Qur’an memang melarang kita untuk memilih pemimpin yang tidak seiman dalam situasi apa pun, mengapa tidak sekalian kita bunuh saja dia? Kenyataannya, Al-Qur’an bukan hanya berbicara tentang larangan memilih auliya kafir, tapi juga perintah untuk membunuh orang kafir di mana pun mereka berada.

…Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.. (QS. Al-Baqarah: 191)

…. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong. (QS. An-Nisa: 89)

Jika kita percaya Ahok adalah orang kafir, mengapa tidak kita bunuh saja dia sekalian sebagaimana yang tertulis? Ini perintah agama, kok. Jelas ayatnya. Kita bunuh juga semua yang disebut-sebut kafir itu. Bukan hanya yang KTP-nya non-Islam saja, tapi juga yang KTP-nya Islam tetapi pemikirannya sekuler, liberal, syiah, ahmadiyah, atau sholatnya bolong-bolong, atau masih bakar kemenyan. Kafir semua itu, halal darahnya.

Kafir tidak usah tersinggung ya, ini perintah agama kami kok. Ini bagian dari kebebasan beragama yang dijamin Undang-Undang. Begitu kah maunya?

Saudari saudaraku, ini zaman yang betul-betul berat bagi kita. Agama ini telah dipelintir sedemikian rupa sehingga logikanya menjadi ganas, liar, intoleran, dan jauh dari rahmat bagi semesta alam. Duduk lah sejenak, kita bersihkan lagi lumpur kebencian yang meliputi pikiran kita agar bisa membaca ayat-ayat ilahi dengan lebih jernih.

Pertama-tama, Al-Qur’an tidak pernah dibacakan dalam kondisi ruang hampa. Setiap ayatnya mengacu pada sebuah peristiwa dan konteks yang spesifik di zamannya. Begitu pula semua ayat yang berbau konfrontasi dan permusuhan. Ayat-ayat ini semua memiliki latar zaman perang yang memang mengharuskan kita untuk bersikap demikian. Kita sudah membahas lebih jauh mengenai keberadaan ayat-ayat kekerasan ini dalam artikel lain mengenai ayat-ayat militer.

Dalam situasi damai, dalam situasi sipil yang tenteram dan harmonis, ayat-ayat militer terlarang untuk digunakan secara serampangan di luar maksudnya. Penyalahgunaan ayat-ayat ini justru akan mengoyak ketahanan sosial kita yang berujung malapetaka hebat. Betul ada larangan memilih auliya kafir, betul ada perintah membunuh orang kafir, tapi bukan di zaman ini, bukan dalam definisi kafir yang dipahami saat ini, dan bukan dalam situasi NKRI yang plural dan kita jaga bersama kedamaiannya ini.

Kedua, terjemah Al-Qur’an di Indonesia sendiri memiliki banyak kelemahan yang, disengaja atau tidak, telah menggiring kita pada kesalahan berpikir yang fatal ini. Perhatikan ayat di bawah ini:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. (QS. Al-Mumtahanah: 8-9)


Perhatikan frasa “menjadikan sebagai kawanmu” pada ayat di atas. Lafadz asli ayat tersebut adalah Yatawallahum. Kata ini memiliki akar yang sama dengan wali dan auliya, yang dalam ayat lain diterjemahkan sebagai pemimpin atau pelindung, seperti Al-Maidah 51 yang juga memakai frasa Yatawallahum, dan kemudian menjadi dasar utama dari ceramah-ceramah kebencian yang melarang kita memilih pemimpin yang berbeda.

Jika kita konsisten menerjemahkannya sebagai ‘pemimpin’, maka ayat Al-Mumtahanah di atas akan berbunyi demikian:

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai pemimpinmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”

Sebaliknya jika kita konsisten menerjemahkan wali dan auliyasebagai kawan sebagaimana terjemah di atas, maka seluruh ayat larangan memilih pemimpin kafir akan berubah menjadi larangan memiliki kawan kafir. Sebuah jurang perbedaan makna yang sangat dalam.

Kata wali dan auliya sendiri, dalam konteks suku-suku Arab Abad ke-7, mengacu pada sebuah konsep perlindungan tribalistik, di mana orang-orang lemah akan meminta perwalian (perlindungan) kepada tokoh-tokoh seperti kepala suku yang bisa memberi jaminan keamanan, sehingga mereka tetap aman di masa perang. Jauh sekali dari konsep kepemimpinan modern dalam sistem demokrasi yang dikontrol Undang-Undang dan mandat tertinggi di tangan rakyat.

Bayangkan ini, saudari saudaraku. Sepotong permainan terjemah Al-Qur’an telah mengubah makna-maknanya secara fatal. Apakah para khatib dan ulama politis itu sadar akan problem penerjemahan ini? Semoga mereka tidak sengaja menyembunyikannya. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang menjual ayat Allah dengan harga yang murah.

Politik penuh dengan jebakan yang tak jarang memanipulasi apa pun demi kepentingannya. Termasuk memanipulasi ayat-ayat Tuhan. Negara ini dan kedamaiannya terlalu mahal untuk kita koyak dengan kepentingan murahan mereka. Tolak lah Ahok jika kita pikir dia seorang yang tidak kompeten dalam jabatannya. Tolak lah Ahok jika kita pikir dia tidak setia pada amanat konstitusi. Tapi jangan tolak Ahok hanya dan hanya karena identitasnya yang kebetulan berbeda dengan mayoritas.

..Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa... (QS. Al-Maidah: 8)

Jangan Abaikan Yang Ini :

0 Response to "Mengapa Tidak Kita Bunuh Saja Ahok?"

Posting Komentar