About

Setara Institute: MUI Terbawa Arus Ikut Berpolitik, Memihak Salah Satu Calon, Dan Menggunakan Isu Agama Agar Menang



JAKARTA - Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menanggapi polemik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diduga melecehkan Al Quran terkait surat Al Maiday ayat 51.


Baca juga: 

Duit Sertifikasi Halal MUI Tak Bisa Diaudit

Komisi Informasi Desak MUI Buka Laporan Keuangan



Bonar mengatakan dalam kasus ini harus ada larangan penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam berbagai hajatan politik di Indonesia merupakan cara dan bentuk berpolitik secara berkualitas dan alat mitigasi bagi perpecahan masyarakat yang beragam dan sudah diikat dengan Pancasila.

"Bentuk kampanye SARA adalah menggunakan isu SARA sebagai cara untuk menghimpun dukungan politik atau menundukkan lawan politik dalam sebuah kontestasi," kata Bonar dalam siaran persnya, Rabu (12/10/2016).

Menurut dia, apa yang disampaikan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) terkait Surat Al Maiday ayat 51, sama sekali bukanlah bentuk penggunaan isu SARA untuk kampanye dan bukanlah bentuk penodaan terhadap agama.

"Justru Ahok mengajak warga untuk beragama secara kritis, agar tidak hanyut dengan dalil-dalil keagamaan yang digunakan untuk berpolitik. Jadi jelas sekali bahwa pihak yang berpolitik dengan menggunakan isu SARA adalah mereka yang mengadukan dan mempersoalkan pernyataan Ahok," ujar Bonar.

Sekalipun untuk kepentingan pragmatis Ahok kemudian meminta maaf, Bonar mengakui tekanan berlebih terhadap Ahok, justru memberikan preseden buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk membiarkan umat Islam berpolitik secara sentimentil dan emosional.

"Cara inilah yang terus dipelihara oleh elit-elit kelompok Islam politik untuk mempertahankan hegemoni politik atas umat," kata Bonar.

Dijelaskan, pandangan keagamaan MUI yang terbit pada (11/10/2016) justru mengabaikan konteks yang disampaikan Ahok, yang mengajak warga beragama secara kritis dan berpolitik secara rasional.

"Secara eksplisit, pandangan resmi keagamaan MUI memihak calon tertentu. Dan dalam konteks politisasi agama, MUI secara jelas menggunakan isu agama untuk menghimpun dukungan politik bagi calon tertentu selain pasangan Ahok-Djarot," kata Bonar.

Setara Institute, lanjut Bonar, berkepentingan untuk mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara agama.

"Secara konstitusi dan etis tidak ada larangan untuk memilih pejabat publik hanya karena berbeda agama dan keyakinan. Setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama. Setara Institute meminta pejabat negara yang memiliki komitmen menjaga kesatuan dan keberagaman Indonesia untuk mengabaikan sikap dan pandangan keagamaan MUI, karena tugas dan kewajiban para penyelenggara negara adalah menegakkan konstitusi," katanya.

Setara Institute yakin bahwa warga Jakarta memiliki rasionalitas politik yang berbasis pada bukti capaian, kinerja, dan visi pembangunan para calon untuk menentukan pilihannya.

"Jikapun tidak akan memilih calon yang berbeda keyakinan, bukan karena keyakinan dan agamanya, tetapi karena visi yang tidak menjanjikan," kata Bonar.(tribunnews)

0 Response to "Setara Institute: MUI Terbawa Arus Ikut Berpolitik, Memihak Salah Satu Calon, Dan Menggunakan Isu Agama Agar Menang"

Posting Komentar