About

Kalah Sebelum Bertarung Melawan Ahok Dalam Pilgub DKI Jakarta




Dalam cerita pewayangan, banyak tokoh sakti mandraguna. Misalnya Raden Antasena, anak Bima, putera pandawa nomor urut dua sesudah Yudistira. Antesena memiliki kesaktian kebal tidak ditembus anak panah dan pedang. Digambarkan ia dapat hidup di darat dan di dalam air dan bisa terbang, seperti saudaranya Gatotkaca. 


Ahok dapat diibaratkan dengan Raden Antasena karena memiliki banyak kesamaan kepribadian. Dia orang yang seenaknya berkata kepada siapa saja tanpa harus berbahasa halus. Kesaktiannya sulit digambarkan, karena tak pernah dikalahkan oleh orang lain. Ia tidak takut dengan siapapun juga. Demikian pula halnya dengan keperkasaan dan kesaktian Gubernur Ahok. 


 Satu per satu tokoh yang mencoba menantangnya dalam pilgub Jakarta menjadi seperti tidak berdaya. Mereka bahkan terkapar sendiri sebelum Ahok sempat menggunakan kesaktiannya. Misalnya Muhammad Sanusi, bacagub dari Partai Gerindra yang sangat getol menyerang Ahok dengan berbagai tuduhan, tiba-tiba saja ia ditangkap KPK dan masuk sel tahanan. Sanusi ditangkap KPK karena kasus OTT, terima suap dalam kasus raperda DKI Jakarta. 


 Jadilah ia ibarat maling teriak maling. Kasus OTT yang melibatkan Sanusi menyebabkan para musuh Ahok di DPRD Jakarta kehilangan kekuatan. Mereka semua seperti kehilangan tajinya. Suara mereka tidak terdengar lagi, karena besar kemungkinan mereka juga tengah diusut, diselidiki keterlibatan mereka dalam korupsi besar Raperda reklamasi pantai Utara Jakarta yang kasusnya tengah diselidiki KPK. Sanusi sendiri sudah buka mulut dan menyebutkan ada 17 anggota Balegda yang juga terima suap, termasuk abangnya Muhammad Taufik yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD. 



Para pimpinan DPRD Jakarta mungkin juga malu bertemu dengan siapa saja, karena mereka termasuk mendukung 5% kewajiban pengembang sesuai pesanan bos properti Podomoro dan Sedayu. Pada hal Ahok bersikeras dengan kewajiban 15% para pengembang. Ahok sendiri adalah petarung yang siap menghadapi 4-5 medan peperangan sekaligus. Sekarang saja, ia hendak dijatuhkan dalam kasus pembelian tanah RS Sumber Waras. 


Ia harus menghadapi FPI yang tidak menginginkan Jakarta dipimpin oleh gubernur beragama Kristen. Ia juga berhadapan dengan tudingan ikut terima suap reklamasi pantai utara Jakarta. Sementara itu, Ahok sendiri tetap tidak peduli dengan omongan dan bicaranya yang kasar sehingga terus memperbanyak musuh-musuhnya. Ia misalnya, membuat disposisi di atas surat DPRD yang meminta disediakan anggaran. Karena permintaan itu dinilai tidak wajar, maka Ahok menulis disposisi “Nenek Lu”. 


Pada surat yang lain, Ahok menulis disposisi “Gila lu”. Ahok rupanya semakin mengetatkan ikat pinggang. Semua pejabat harus mencukupkan gaji dan tunjangan jabatan masing-masing, jangan minta tambah lagi. Sementara itu seorang lawan tangguh lain, Yusril Ihza Mahendra sedang mengemis-ngemis kepada seluruh partai agar ia diusung dalam Pilgub 2017. Ahok hanya memberikan komentar, baru kali ini ada dalam sejarah, pimpinan parpol paling buncit melamar ke partai besar dan minta posisi lebih tinggi. 


 Tapi mana ada pimpinan partai yang mau menjadikan kadernya sendiri sebagai wacagub. Tentu mereka akan mendahulukan kader sendiri untuk menjadi cagub. Selain itu, Yusril sebagai orang luar, tentu akan ditanya kemampuannya dalam menyediakan uang mahar bagi parpol yang akan mengusungnya. Ia juga harus menyediakan biaya operasional agar mesin parpol bekerja. Yusril sendiri juga sedang dihujat karena membela adiknya Yusron yang rasis. 


 Adiknya, Yusron Ihza Mahendra, yang menjabat Duta Besar RI untuk Jepang secara tidak langsung mengobarkan sentimen pemusnahan dan pengusiran etnis minoritas Cina. Pada hal sebagai seorang duta besar, ia harus menjaga nama baik bangsa dan Negara, bukannya menjadikan orang-orang Cina marah karena akan diusir dan dimusnahkan jika Ahok memenangkan kursi Gubernur. 


Sekarang mereka berdua berhadapan dengan Nitizen yang menghujat mereka, dan bahkan keluar petisi meminta Presiden Jokowi memecat Yusron. Lawan berat berikut Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 adalah Sandiaga Uno. Ia pengusaha kaya raya, pernah termasuk 100 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes. Tidak puas dengan dunia bisnis, Sandiaga Uno terjun ke dunia politik, bergabung dengan Partai Gerindra. 


Akan tetapi minggu ini ada berita kurang baik untuk Sandiaga Uno. Dunia bisnis tiba-tiba diguncang oleh kasus yang disebut “Panama Papers”. Papers itu membicarakan kebocoran dokumen finansial dari sebuah firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. 


Data yang dirilis Panama Papers mengungkapkan informasi tentang politikus, penipu, mafia narkoba, miliuner, selebritas, dan bintang olahraga kelas dunia, yang mendirikan perusahaan di Panama atau British Virgin Island untuk menghindari kewajiban pajak di negaranya sendiri. 


Ternyata Sandiaga Uno termasuk di dalam laporan Panama Papers itu. Jadi, Sandiaga Uno harus mengklarifikasi kepada publik Indonesia bahwa ia tidak ngemplang pajak bagi negaranya. Ia membayar pajak dari seluruh kekayaan yang dimilikinya, bukannya sebagian justru diselundupkan ke luar negeri agar tidak terkena pajak. Boro-boro memberikan penjelasan yang benar, Sandiaga Uno justru memperlihatkan watak aslinya selaku politikus yang tidak jujur. 


Ia mengeluarkan tuduhan yang tidak berdasar bahwa semua tuduhan terhadap dirinya merupakan bagian dari kampanye hitam. Pada hal Panama Papers bukanlah cerita bohongan. Buktinya PM Islandia, terpaksa mundur dari jabatannya karena isterinya memang terlibat dalam pengemplangan pajak sesuai laporan Panama Papers. 


Banyak Negara sedang memburu para pengemplang pajak karena nama mereka tercantum dalam Panama Papers. Demikianlah, satu per satu lawan-lawan Ahok telah dan akan segera berguguran di jalanan. Pada hal perjalanan masih panjang, masih 10 bulan lagi menjelang Pilgub DKI Jakarta 2017. Memang masih ada sejumlah bacagub, tetapi semuanya berstatus ayam sayur seperti Wanita Emas, Ahmad Dhani, dan Adhyaksa Dault. 


Sedangkan parpol yang mencoba menghadang Ahok terlihat frustrasi dan kebingungan. Pada akhirnya hanya tersedia dua pilihan, mendukung Ahok seperti yang dilakukan oleh Partai Nasdem dan Hanura. Atau mereka harus siap mental dipermalukan dalam Pilgub DKI Jakarta pada Februari 2017. Sekian dulu, Salam M. Jaya Nasti

Sumber : http://nasional.sindonews.com/read/1098686/12/dipecat-pks-tifatul-minta-fahri-hamzah-tak-lebay-1459916518

https://m.tempo.co/read/news/2016/04/01/063758801/kpk-tangkap-sanusi-gerindra-ahok-jam-dan-mobilnya-mewah

http://www.kompasiana.com/danielht/aneh-namanya-ada-di-the-panama-papers-sandiaga-uno-bilang-itu-kampanye-hitam_57053056319773b316f187f4

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mjnasti/kalah-sebelum-bertarung-melawan-ahok-dalam-pilgub-dki-jakarta_5709593eb47a61d90bd03f85

0 Response to "Kalah Sebelum Bertarung Melawan Ahok Dalam Pilgub DKI Jakarta"

Posting Komentar