About

Poligami: Obsolete Values (Nilai usang)



Poligami: Obsolete Values 

Pagi-pagi saya ditag pada tulisan tentang Gus Mus. Tapi entah kenapa kok menyinggung soal poligami. Entah kenapa pula saya ditag. Penulis berupaya membantah bahwa poligami itu merupakan sunnah nabi, sebagaimana kerap dikampanyekan oleh sekelompok orang. Tapi menurut saya penjelasannya mengandung beberapa cacat. Agar lebih mudah, saya kutipkan. 
-------------
Penting dicatat, Nabi Muhammad SAW monogami selama 25 tahun, hanya beristri Bunda Khaddijah seorang. Sedangkan Nabi Muhammad SAW berpoligami hanya sekitar 10 tahun saja, ketika istri pertama baginda rasul sudah meninggal. Dalam poligami itupun istri "muda" nabi kita adalah janda-janda. Ada yang sudah tua, ada yang gendut, ada yang hitam, ada yang sudah punya anak banyak. Cuma satu orang yang masih muda dan perawan.
--------------
Penjelasan dengan kandungan seperti kutipan di atas sering kita dengar. Intinya ingin dikatakan bahwa nabi berpoligami tidak atas dasar nafsu syahwat. Benarkah? Apakah nabi tidak bersenggama dengan istri-istrinya? Kalau tidak dengan syahwat, dengan apa? Voluntary intercourse? Menurut saya ini janggal.


Kedua, penjelasan di atas cacat fakta. Hendak digambarkan bahwa istri-istri nabi itu tidak cantik, dan tidak menimbulkan birahi. Zainab binti Jahsy, janda Zaid, anak angkat nabi adalah perempuan cantik dan masih muda ketika dinikahi nabi. Baca Juga : Muslim Pemenang vs Muslim Pecundang

Safiyyah binti Huyay adalah janda dari Yahudi Bani Nadir yang diambil dari Perang Khaibar. Statusnya sebagai wanita dari kaum yang ditaklukkan adalah budak. Ia dinikahi nabi di medan perang itu, dengan mahar berupa kemerdekaan dirinya. Safiyyah adalah perempuan cantik. Ada pula Maria Qibtiyah, budak yang dihadiahkan raja Mesir. Ia pun cantik. Lalu ada Ruhana, budak yang ditawan dari peperangan melawan Bani Quraizah.

Lalu, bagaimana menjelaskan poligami nabi itu? Saya melihat poligami itu sebagai obsolete value (nilai usang). Ia pernah menjadi nilai di masa lalu. Ia dipraktekkan oleh orang-orang di masa lalu. Hal yang sama juga berlaku untuk perbudakan. Sebagaimana juga dipraktekkan pada zaman nabi, orang-orang boleh punya budak. Orang-orang di daerah yang ditaklukkan boleh diperbudak. Inipun nilai masa lalu yang seharusnya sudah usang, obsolete.

Poligami itu bukan ajaran Islam, dalam arti bukan ajaran yang dimulai prakteknya oleh Islam. Demikian pula halnya dengan perbudakan. Ketika Islam hadir, semua itu sudah dipraktekkan orang. Islam mengaturnya, agar orang-orang pada waktu itu punya panduan dalam melakukannya.

Jadi karena nabi dan para sahabat melakukannya, tidak berarti nilai-nilai ini harus dipertahankan pada dunia kita sekarang. Tentu sulit diterima oleh akal budi kita bila kita mempertahankan kebiasaan memperbudak orang yang wilayahnya kita taklukkan. Demikian pula, ketika poligami sudah sulit diterima akal budi kita, maka iapun boleh kita tinggalkan. Baca juga: Islam Minus Sains

Apakah itu berarti kita meninggalkan ajaran Islam? Tidak. Karena memperbudak orang itu bukan perintah. Demikian pula poligami. Aturan itu ada, sekali lagi, sekedar untuk mengatur sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan ketika itu.

Ali bin Abu Thalib adalah kerabat nabi, dan sahabat utama bagi nabi. Ia tidak berpoligami. Itu artinya poligami bukan sunnah. Sulit membayangkan sahabat utama seperti Ali meninggalkan sunnah nabi. Baca juga: Ini Negara Sekuler Bung!

Poligami dan perbudakan adalah di antara nilai-nilai usang yang pernah diatur oleh ajaran Islam. Kita tak perlu melestarikan nilai-nilai itu hanya karena ia pernah diatur. (kang Hasan)

Jangan Abaikan Yang Ini :

0 Response to "Poligami: Obsolete Values (Nilai usang)"

Posting Komentar